Senin, 23 November 2009

A.Profil Perusahaan

PT. Ricky Putra Globalindo Tbk (Perseroan) didirikan pada tanggal 22 Desember 1987 di Jakarta dan bergerak di bidang industri pemintalan benang, perajutan, pakaian dalam pria, pakaian luar, unit usaha jasa, perdagangan umum dan distributor terpadu dari hulu hingga hilir. Perusahaan ini berawal dari ide Ricky Gunawan yang kini menjabat President Director untuk berwiraswasta sepulang menyelesaikan study di Jepang pada tahun 1970. Kemudian pada tahun 1972 hingga tahun1983 memulai karirnya sebagai wiraswasta. Pada tahun 1984 hingga sekarang mengembangkan industri pakaian dalam pria.
Sejauh ini perusahaan telah memiliki 5 anak perusahaan distribusi beserta kantor penjualan di berbagai daerah yakni Medan, Surabaya, Palembang, Bandung, dan Semarang. Kemudian pada tahun 2006 mendirikan divisi perdagangan di Pontianak yang bertujuan memperluas perdagangan di wilayah timur Indonesia dan pada tahun 2007 resmi membuka kantor cabang di Pontianak. Jadi, total keseluruhan ada 6 anak perusahaan.
Perusahaan ini membagi dua segmen pasar yakni konsumen menengah dan segmen bawah. Hal ini dimaksudkan untuk merek (brand) dagang nasional Ricky. Merek pakaian dalam GTMan diposisikan untuk segmen menengah sedangkan Ricsony diposisikan pada segmen bawah. Pembagian segmen ini tentu memiliki tujuan yakni memberikan pilihan kepada konsumen dalam memberi produk sesuai kemampuan masing-masing. Disamping itu, perusahaan juga telah meluncurkan produknya bagi anak-anak dengan merek GTkid dan pada tahun 2005 meluncurkan produk baru lagi yaitu GTsport.
Kekuatan perusahaan ini memang terletak pada merek dagang GTMan yang sudah diterima khalayak ramai baik di dalam negeri maupun diluar negeri seperti Amerika Serikat, Australia,Singapore,bahkan sampai ke Afrika. Perseroan ini memang memiliki system manajemen yang bagus karena semua ditangani oleh orang-orang yang profesional dan berpengalaman pada bidangnya contohnya Untuk menunjang pertumbuhan lebih lanjut Perseroan ini melakukan akuisisi pabrik pemintalan hal ini dilakukan untuk meningkatkan kekuatan tawar-menawar agar kualitas produk dapat lebih baik dan mengurangi ketergantungan kepada supplier dan ternyata cara ini cukup berhasil dalam pelaksanaannya menghemat biaya produksi dan juga dapat menekan harga produk dipasar. Kebijakan dan strategi inovatif seperti inilah yang mengantarkan PT. Ricky Putra Globalindo menjadi perusahaan pakaian dalam pria nomor 1 di Indonesia.


















B.1. Hubungan Struktur Modal dengan Nilai Perusahaan

Pada dasarnya masalah pendanaan perusahaan adalah masalah yang sangat esensial dalam suatu perusahaan karena dari modal ini lah segala program kerja perusahaan baru dapat terlaksana. Berhasil atau tidaknya tergantung pihak manajemen yang piawai atau tidak. Sumber pendanaan dalam peningkatan produktivitas perusahaan juga memiliki peranan yang besar. Modal terdiri dari 2 jenis hutang dan ekuitas (modal sendiri). Hutang memiliki keunggulan dalam sumber pendanaan modal,yang pertama bunga mengurangi pajak sehingga biaya hutang rendah, kedua kreditur memiliki return yang terbatas sehingga dalam kondisi bisnis yang maju pihak perusahaan tidak perlu berbagi keuntungan kepada pihak keditur, dan ketiga kreditur tidak memiliki hak suara sehingga pemegang saham dapat mengendalikan perusahaan dengan penyertaan dana yang kecil. Namun hutang juga memiliki kelemahan sebagai dana pendanaan yakni yang pertama hutang memiliki rentang waktu / jangka waktu yang harus dilunasi tepat waktu bila tidak biasanya terkena denda. Kedua, rasio hutang yang tinggi mengakibatkan meningkatnya resiko, dan ketiga bila perusahaan dalam kondisi yang sulit dan laba yang dihasilkan tidak dapat menutup biaya beban maka kemungkinan besar perusahaan akan di likuidasi.
Ada 2 tipe perusahaan dalam sumber pendanaaan yakni unlevered firm yakni dalam sumber pendanaanya perusahaan menggunakan ekuitas (modal sendiri) seluruhnya sedangkan tipe yang kedua levered firm yakni perusahaan yang menggunakan hutang dan ekuitas dalam sumber pendanaannya. Hutang memiliki standar maksimal dalam pendanaan yaitu 2:3 dengan ekuitas artinya dalam persentase 100% hutang hanya boleh berkisar 40% dan ekuitas 60%. Bila hutang yang di gunakan semakin banyak semakin tinggi juga resiko perusahaan dan tidak menutup kemungkinan perusahaan akan bangkrut.
Pemilihan alternatif penambahan modal dengan menggunakan modal yang berasal dari kreditur berdasarkan pertimbangan murah karena biaya bunga yang harus ditanggung lebih kecil daripada laba yang penggunaan hutang tersebut. Sesuai dengan EBIT-EPS analysys ialah bila biaya bunga hutang murah, perusahaan akan lebih beruntung menggunakan sumber hutang modal yang banyak karena menghasilkan laba per saham makin banyak sehingga EPS (Earning Per Share) juga tinggi.
Ada beberapa teori yang menyebutkan hubungan struktur modal dan nilai perusahaan. Yang pertama, teori tradisional yakni struktur modal mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Struktur modal bisa di rubah-rubah untuk mendapatkan nilai perusahaan yang optimal kemudian theoey ini di bantah pada tahun 1950-an oleh Modigliani dan Miller (MM), mereka berpendapat struktur modal tidak ada pengaruh pada nilai perusahaan. Kesimpulan dari teori ini ialah penggunaan hutang sebagai sumber pendanaan perusahaan baik semakin banyak hutang yang dipakai karena ada penghematan pajak dari penggunaan hutang tersebut. Nilai perusahaan yang menggunakan hutang lebih hutang dibandingkan tidak menggunakan sama sekali. Namun teori ini dengan mudah di bantah karena semakin banyak perusahaan menggunakan hutang probabilitas (peluang) kebangkrutannya semakin tinggi. Pada kenyataannya perusahaan yang memiliki laba yang tinggi cenderung memiliki hutang yang relative kecil dalam strukur modalnya. Sedangkan pendekatan lainnya lebih mengacu pada penggunaan hutang itu sendiri dapat menjadi signal, tanda bagi para investor menanamkan modal pada perusahaan karena teori ini berasumsi hutang yang di pinjam dalam jumlah yang besar merupakan indikasi yang baik karena perusahaan melihat prospek yang bagus pada perusahaan sehingga pada masa yang akan datang perusahaan mampu mengembalikan hutang tersebut. Pada kasus ini kami akan mencoba mengkonsentrasikan kepada satu teori dalam penganalisaanya. Grafik di bawah menunjukkan hubungan debt to equity dengan nilai perusahaan dari tahun 2004-2008.





Hubungan yang terlihat pada grafik antara debt to equity dan nilai perusahaan terlihat sangat jelas. Bila rasio debt to equity itu meningkat maka nilai perusahaan itu akan menurun, seperti dalam kenyataan perusahaan yang menghasilkan laba yang tinggi cenderung menggunakan laba bersihnya sebagai modal utama untuk kegiatan selanjutnya, jika perusahaan itu mampu dalam pembiayaan perusahaannya mengapa harus menggunakan hutang. Dalam kasus ini teori MM dapat di tolak karena tidak sesuai pada kenyataan kasus kami. Perusahaan ini menggunakan hutang yang banyak sebagai modal karena pada akhirnya perusahaan ini terbukti mengalami kesulitan dalam pendanaan. Pada tahun 2008 laporan keuangan perusahaan memberitahukan bahwa perusahaan ini mengalami kerugian hingga 9 Milyar.
Teori lain yang berhubungan dengan ini ialah trade off, pecking theory order ialah menjelaskan bagaimana manajer keuangan memikirkan dan memilih langkah dalam pendanaan perusahaan hutang atau ekuitas (modal sendiri) sedangkan pecking order theory menjelaskan bagaimana sistematika pendanaan perusahaan dimulai dari internal jika tidak mencukupi baru selanjutnya menggunakan pendanaan eksternal. Dalam kasus ini mungkin teori-teori ini yang sesuai dengan keadaan yang ada. Perusahaan dalam kasus ini mencoba terlebih dahulu pendanaan internal namun tidak memadai hingga pada tahun 2008 sebagai puncaknnya hutang yang di pinjam perusahaan kepada kreditur sebesar 50%. Ini merupakan indikasi ketidakmampuan perusahaan dan hutang yang dalam jumlah besar bukan sinyal yang baik bagi seorang investor untuk melakukan investasi.

B.2 Manajemen Modal Kerja Perusahaan
Pada akuntansi manajemen CCC (Cash Conversion Cyle) berfungsi mengukur seberapa lama perusahaan akan menggunakan kas untuk meningkatkan investasi perusahaannya dalam memperlebar perusahaannya. Formula untuk Cash Conversion Cycle (CCC) = days of sales outstanding (DSO) + Days of Sales Inventory (DSI) – Days of Payables Outstanding (DPO). Indikasi ini dapat juga mengukur resiko likuiditas perusahaan (liquidity risk). Tabel dibawah ini menunjukkan CCC dari tahun ke tahun.
Tabel 1.1
 
2004
2005
2006
2007
2008
Days of sales outstanding (DSO)
85.7428
91.2916
75.9413
71.6531
87.594
Days of sales in inventory (DSI)
235.6175
254.6179
232.1916
247.1187
210.6947
Days of payables outstanding (DPO)
30.5115
36.1612
23.3996
21.0207
15.9806
Cash Conversion Cycle (CCC)
290.8488
309.7483
284.7333
297.7511
282.3081

Cash Conversion Cycle (CCC) = Days of Sales Outstanding (DSO) + Days of Sales in Inventory (DSI) – Days of Payable Outstanding (DPO)
1.Days of Sales Outstanding (DSO) = Account Receivable / (Sales/365)
2.Days of Sales in Inventory (DSI) = Inventories / (cost of good sold/365)
3.Days of Payable Outstanding = Accounts Payable / (cost of good sold/365)

CCC berkaitan erat dengan modal kerja bersih, bila modal kerja bersih menurun, keuntungan perusahaan cenderung naik. Tetapi, kenaikan keuntungan ini, di saat yang sama juga akan menaikkan risiko likuiditas perusahaan, yang berakibat kebijakan pembiayaan jangka pendek perusahaan berdampak pada modal kerja bersih yang pada akhirnya melibatkan pertimbangan risiko, dan tingkat pengembalian (Risk Return Trade Off). Dibawah ini menunjukkan seberapa besar modal kerja bersih perusahaan di gunaka dari tahun ke tahun.

Tabel 1.2 Modal kerja perusahaan
2004
297,376,681,891
2005
417,333,266,403
2006
516,487,883,250
2007
574,676,517,444
2008
645,756,810,073

Pada dasarnya bila angka CCC itu semakin kecil membuktikan pengelolaan modal semakin baik. Hal ini di tunjukkan pada tahun 2004 tapi tidak di ikuti tahun berikutnya tahun 2005 CCC yang di hasilkan besar menunjukkan kinerja perusahaan mengalami kendala. Kemudian pada tahun 2006 hingga tahun 2008 CCC yang di hasilkan mengalami fluktuatif namun perbedaan yang ada tidak terlalu signifikan. Pada modal kerja perusahaan makin tahun makin meningkat dan struktur modal yang digunakan tidak sehat yakni sebagian besar struktur modal ini menggunakan hutang. Tentu saja hutang yang di pinjam dalam jumlah yang besar mengakibatkan beban yang di hasilkan juga semakin tinggi sehingga perusahaan rentan dengan kebangkrutan,


C.Kesimpulan :
Stuktur modal dan nilai perusahaan sangat berkaitan erat karena struktur modal ini juga dapat dikatakan cerminan bagi nilai perusahaan. Contoh yang riil pada kasus ini ketika rasio debt to equity itu meningkat nilai perusahaan menurun dapat ditunjukkan dengan harga saham yang rendah. Debt to equity merupakan rasio yang membandingkan antara jumlah hutang dan modal sendiri (hutang).
Dalam menganilisis kasus ini ada beberapa teori tentang stuktur modal yang mendukung tentang teori struktur modal namun ada pertentangan dengan kasus ini. Seperti teori MM (Modigliani dan Miller) yang menyatakan bahwa penggunaan hutang yang tinggi dalam struktur modal akan juga meningkatkan nilai perusahaan. Tentu saja tidak demikian dalam kenyataan karena perusahaan yang memiliki laba yang tinggi jarang menggunakan hutang dalam struktur modalnya, bila mampu membiayai dengan modal sendiri kenapa harus berhutang. Untuk kasus ini kami lebih menekankan kepada teori trade off yakni dimana manajer keuangan harus dapat memilih sumber pendanaan yang harus di pilih. Langkah pertama mungkin dapat di lakukan dari internal lalu kemudian tidak memadai baru di lakukan pendanaan dari pihak eksternal. Hal ini juga yang kami simpulkan dalam kasus ini, perusahaan tidak mampu membiayai lagi dari sisi internal sehingga memilih pendanaan dari sisi eksternal dengan hutang.
Keberhasilan seorang manajer dalam mengelola modal juga di pengaruhi dengan struktur modal. Ada indikasi yang dapat menunjukkan apakah struktur modal itu sehat atau tidak, CCC (Cash Conversion Cyle) dapat digunakan sebagai alat mengukur keefisien struktur modal tersebut. CCC berfungsi pada akuntansi manajemen untuk mengukur seberapa lama perusahaan akan menggunakan kas untuk meningkatkan investasi perusahaannya dalam memperlebar perusahaannya. Kemudian pada aplikasinya bila modal kerja bersih menurun, keuntungan perusahaan cenderung naik. Tetapi, kenaikan keuntungan ini, di saat yang sama juga akan menaikkan risiko likuiditas perusahaan, yang berakibat kebijakan pembiayaan jangka pendek perusahaan berdampak pada modal kerja bersih yang pada akhirnya melibatkan pertimbangan risiko, dan tingkat pengembalian (Risk Return Trade Off). Pada kasus ini CCC yang di hasilkan mengalami fluktuatif pada tahun 2004 CCC yang dihasilkan baik namun tidak pada tahun berikutnya CCC mengalami kenaikan kemudian mengalami kenaikan dan penurunan pada tahun-tahun berikutnya. Pada dasarnya semakin kecil CCC pengelolaan modal juga akan baik. Tetapi secara keseluruhan performa perusahaan ini sudah cukup baik walaupun pada akhir tahun 2008 perusahaan mengalami kerugian. Tetapi segala usaha sudah dilakukan untuk mempertahankan eksistensi perusahaan.




DAFTAR PUSTAKA
Kweon, Arthur.2007.Manajemen Keuangan edisi kesepuluh. Jakarta. Salemba Empat.
Soft Copy Laporan Keuangan.2004.Annual Report, http//idx.co.id (diakses 20/09/2009)
Soft Copy Laporan Keuangan.2005.Annual Report, http//idx.co.id (diakses 20/09/2009)
Soft Copy Laporan Keuangan.2006.Annual Report, http//idx.co.id (diakses 20/09/2009)
Soft Copy Laporan Keuangan.2007.Annual Report, http//idx.co.id (diakses 20/09/2009)
Soft Copy Laporan Keuangan.2008.Annual Report, http//idx.co.id (diakses 20/09/2009)
www.wikipedia.com
www.blogspot.com

Selasa, 03 November 2009

Analisis Peregrakan Saham

A. Profil Perusahaan


PT. Ricky Putra Globalindo Tbk (Perseroan) didirikan pada tanggal 22 Desember 1987 di Jakarta dan bergerak di bidang industri pemintalan benang, perajutan, pakaian dalam pria, pakaian luar, unit usaha jasa, perdagangan umum dan distributor terpadu dari hulu hingga hilir. Perusahaan ini berawal dari ide Ricky Gunawan yang kini menjabat President Director untuk berwiraswasta sepulang menyelesaikan study di Jepang pada tahun 1970. Kemudian pada tahun 1972 hingga tahun1983 memulai karirnya sebagai wiraswasta. Pada tahun 1984 hingga sekarang mengembangkan industri pakaian dalam pria.

Sejauh ini perusahaan telah memiliki 5 anak perusahaan distribusi beserta kantor penjualan di berbagai daerah yakni Medan, Surabaya, Palembang, Bandung, dan Semarang. Kemudian pada tahun 2006 mendirikan divisi perdagangan di Pontianak yang bertujuan memperluas perdagangan di wilayah timur Indonesia dan pada tahun 2007 resmi membuka kantor cabang di Pontianak. Jadi, total keseluruhan ada 6 anak perusahaan.

Perusahaan ini membagi dua segmen pasar yakni konsemen menengah dan segmen bawah. Hal ini dimaksudkan untuk merek (brand) dagang nasional Ricky. Merek pakaian dalam GTMan diposisikan untuk segmen menengah sedangkan Ricsony diposisikan pada segmen bawah. Pembagian segmen ini tentu memiliki tujuan yakni memberikan pilihan kepada konsumen dalam memberi produk sesuai kemampuan masing-masing. Disamping itu, perusahaan juga telah meluncurkan produknya bagi anak-anak dengan merek GTkid dan pada tahun 2005 meluncurkan produk baru lagi yaitu GTsport.

Kekuatan perusahaan ini memang terletak pada merek dagang GTMan yang sudah diterima khalayak ramai baik di dalam negeri maupun diluar negeri seperti Amerika Serikat, Australia,Singapore,bahkan sampai ke Afrika. Perseroan ini memang memiliki system manajemen yang bagus karena semua ditangani oleh orang-orang yang profesional dan berpengalaman pada bidangnya contohnya Untuk menunjang pertumbuhan lebih lanjut Perseroan ini melakukan akuisisi pabrik pemintalan hal ini dilakukan untuk meningkatkan kekuatan tawar- menawar agar kualitas produk dapat lebih baik dan mengurangi ketergantungan kepada supplier dan ternyata cara ini cukup berhasil dalam pelaksanaannya menghemat biaya produksi dan juga dapat menekan harga produk dipasar. Kebijakan dan strategi inovatif seperti inilah yang mengantarkan PT. Ricky Putra Globalindo menjadi perusahaan nomor 1 di Indonesia.








B. Analisis Pergerakan Saham


Grafik 1.1





Grafik 1.2






Nilai Tertinggi : Rp 400.00

Nilai Terendah : Rp 150.00

Rerata : Rp 260.1984

Standar Deviasi : 59.681




Dari grafik tersebut dapat dilihat pergerakan harga saham yang berubah setiap waktu dari bulan ke bulan. Tidak dapat di prediksi kapan harga saham itu akan naik pada titik yang paling tinggi atau turun pada titik yang paling rendah. Ada faktor-faktor yang sangat mendasari dan berpengaruh pada harga saham yakni faktor permintaan (demand) dan penawaran (supply). Jika dalam satu hari investor lebih ingin membeli saham A daripada menjualnya maka harga saham tersebut akan naik karena barang yang tersedia hanya sedikit tetapi permintaan banyak. Hal yang sama terjadi pada kasus ini ketika harga saham tinggi disertai pula dengan jumlah volume transaksi yang tinggi karena para investor berbondong-bondong menjual saham mereka untuk mendapatkan keuntungan (laba) yang maksimal walaupun pada akhirnya harga saham tersebut akan jatuh juga. Sebaliknya, ketika harga saham itu turun disertai pula dengan volume transaksi yang tinggi namun tidak setinggi volume transaksi ketika harga saham itu tinggi

Jika di lihat secara keseluruhan, saham perusahaan ini termasuk saham “gorengan”. Dapat di katakan demikian karena untuk menarik para investor perusahaan tersebut mengambil keputusan untuk menurunkan harga saham. Selain itu, harga saham memiliki nilai yang rendah, perlu di ketahui harga saham adalah cerminan kinerja perusahaan. Semakin banyak laba bersih yang diterima perusahaan semakin banyak pula investor akan mengejarnya. Laba bersih merupakan modal utama perusahaan untuk berkembang lebih lanjut. Pada perusahaan ini memang terjadi kendala pada keuangan yang cukup berarti pada tahun 2008 yakni mengalami kerugian besar sekitar 9 Milyar. Mungkin hal ini juga yang mendasari perusahaan tersebut menggoreng sahamnya sendiri.

Faktor-faktor lain yang berpengaruh pada naik turunnya harga saham ialah suku bunga. Pada saat suku bunga naik harga saham akan cenderung turun karena para investor cenderung akan memindahkan invetasinya ke deposito yang suku bunganya ikut naik. Resiko untuk berinvestasi di bank memang jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan investasi di saham. Sebaliknya bila suku bunga turun maka harga saham cenderung naik karena para investor akan menarik depositonya di bank dan beralih berinvestasi di saham maka harga saham pun akan terkerek disebabkan oleh permintaan yang banyak. Faktor lainnya yang sangat dekat dengan suku bunga ialah inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa. Dari sini para investor bisa meramalkan jika harga barang dan jasa naik maka kecendrungan suku bunga juga akan meningkat dan menyebabkan harga saham akan turun.

Penyebab kenaikan dan penurunan harga saham juga disebabkan faktor sosial, politik, ekonomi, dan keamaman. Peristiwa bom Bali, JW Marriot, dan Ritz Carlton merupakan penyebab harga saham Indonesia merosot secara drastis karena ketidakpastian kebijakan pemerintah dalam melindungi asset. Para investor asing takut berinvestasi di Indonesia karena keadaan social politik yang tidak stabil. Tujuan awal ingin menghasilkan untung malah menjadi buntung.

Pada perusahaan ini penurunan dan kenaikan harga saham yang mencolok ialah antara bulan April, Mei, dan Juni. Bulan April harga rerata saham perusahaan Rp 292.00 kemudian pada bulan Mei jatuh hingga Rp192.75 dan meningkat secara drastis pada bulan Juni yakni Rp 319.0476. Dalam hal ini ada faktor-faktor yang menyertai diantaranya adalah masalah faktor makro ekonomi seperti penawaran dan permintaan, suku bunga, dan inflasi. Pada bulan-bulan tersebut juga terjadi masalah kondisi sosial, politik, dan keamanan di Indonesia yang tidak stabil karena adanya kampanye dari calon presiden dan wakil presiden. Ketidakpastian kebijakan pemerintah dalam menentukan segalanya menyebabkan ketidakstabilan kebijakan di Indonesia. Namun pihak perusahaan secara cepat menanggulangi kendala yang terjadi pada perusahaannya. Pada bulan Juni harga rerata saham perusahaan meningkat drastis. Ini bisa terjadi karena ada perbaikan kinerja kerja perusahaan dan meningkatkan laba bersih perusahaan pada tiap bulannya sehingga harga saham tersebut dapat di capai. Namun tidak pada bulan Juli dan seterusnya harga rerata saham kian turun pada tiap bulannya. Dari sini dapat dilihat untuk mempertahankan harga saham bukan hal yang mudah. Peristiwa sosial politik yang terjadi tidak dapat di hindarkan. Bom yang kembali mengguncang Indonesias pada bulan Juli di hotel JW Marriot dan Ritz Carlton kembali menorehkan image buruk Indonesia di mata dunia alhasil perekonomian Indonesia sebagai imbasnya, investor asing enggan melakukan investasi di Indonesia untuk beberapa waktu.

Pada triwulan pertama yaitu bulan Januari, Febuari, dan Maret. Harga saham perusahaan mengalami siklus naik turun pada Januari harga rerata saham Rp 230,00 dengan volume transaksi 500. Dapat disimpulkan investor ingin melakukan investasi pada awal tahun yang bertujuan untuk meningkatkan laba pada bulan-bulan berikutnya namun pada bulan Febuari harga rerata saham perusahaan turun menjadi Rp 215.3571 dan kembali naik pada bulan Maret menjadi 262.7778. Pada bulan Febuari dan Maret volume transaksi tidak ada sama sekali. Ini membuktikan kelesuhan pihak investor untuk bertransaksi baik itu berinvestasi (membeli) atau menjual. Volume transaksi mulai meningkat yakni pada bulan Mei dan seterusnya puncaknya pada bulan Juli yakni volume transaksi menembus angka 331,000.














Nilai tertinggi perusahaan memberikan informasi sejauh mana kemaksimalan kinerja perusahaan di jalankan. Pada PT. Ricky Putra Globalindo nilai tertinggi di capai pada titik Rp 400,00. Ini merupakan pencapaian maksimal dengan perbandingan rerata harga saham perusaham Rp 260,1984. Pencapaian yang baik sekali untuk tahap sebuah perusahaan. Bila di lihat dari nilai terendah Rp 150.00. Kinerja kerja perusahaan tidak maksimal pada saat-saat tertentu. Perusahaan tidak bisa mempertahankan harga saham walaupun pada situasi pelik sekalipun,. Terlihat kontras sekali antara kinerja kerja perusahaan yang maksimal dan kurang maksimal. Perusahaan seharusnya bisa mempertahankan harga saham perusahaan di saat apapun karena dengan demikian memberikan citra yang baik dan nilai yang plus bagi para investor.

Penghitungan yang lain untuk untuk mengevaluasi kinerja kerja perusahaan ialah standar deviasi yang berfungsi untuk mengukur average penyebaran data yang masih di lingkup mean. Di sini juga menginformasikan seberapa jauh data keluar (out) dari mean atau dengan kata lain pergerakan harga saham tidak kurang atau tidak lebih dari angka 59.681. Terbukti dari pergerakan saham ini pergerakannya tidak jauh-jauh dari angka tersebut bila mengalami kenaikan dan penurunan tidak melampaui angka tersebut walaupun ada hari-hari tertentu harga saham mengalami kenaikan dan melampaui angka tersebut. Hal ini karena keterbatasan data yang di dapat, data yang di dapat tidak berurutan dari hari ke hari sehingga sulit untuk menyimpulkan pergerakan harga saham apakah sesuai dengan standar deviasi atau tidak namun di lihat secara keseluruhan pergerakan harga saham sesuai dengan standar deviasi yang ada. Di sini berarti ada suatu standar ketika harga saham itu naik atau turun, ada “pagar pembatas” untuk menjaga harga saham tersebut.























C. Kesimpulan

Faktor yang mendasari mempengaruhi harga saham ialah penawaran (supply) dan permintaan (demand). Penawaran dan permintaan ini bisa dipengaruhi oleh suku bunga dan inflasi. Jika suku bunga meningkat maka kecendrungan harga saham akan menurun karena pihak investor yang menarik investasinya dari saham beralih pada deposito bank yang suku bunga juga turut meningkat tetapi sebaliknya jika suku bunga menurun maka kecendrungan harga saham akan meningkat disebabkan oleh investor yang menarik investasinya dari deposito beralih ke saham. Selain itu, factor social, politik, dan keamanan juga turut serta saham pergerakan harga saham.

Peran serta faktor-faktor tersebut harus di waspadai para investor jika tidak ingin mengalami kerugian yang cukup berarti karena bila tidak berwaspada pada faktor-faktor tersebut jangan terkejut harga saham yang bisa menurun secara drastis hanya dengan tempo waktu yang sangat singkat. Harga saham adalah cerminan kerja perusahaan semakin tinggi harga saham perusahaan semakin bagus juga kinerja kerjanya karena laba bersih yang dihasilkan tinggi. Dalam perusahaan ini nilai tertinggi yang dicapai perusahaan yakni Rp 400.00 jauh diatas rata-rata Rp 260.1984 menunjukkan kinerja kerja perusahaan yang baik tetapi bila dilihat dari nilai terendah yakni Rp 150.00. Harga tersebut pun jauh di bawah rata-rata berbanding terbalik dengan kinerja perusahaan yang maksimal. Dari sini dapat dilihat bahwa perusahaan tidak bisa mempertahankan harga saham di saat situasi pelik, perbedaan yang sangat mencolok antara nilai tertinggi dan nilai terendah. Selain nilai tertinggi, nilai terendah, dan rerata perusahaan untuk mengevaluasi kinerja kerja perusahaan, standar deviasi juga berperan penting karena berfungsi sebagai pengukur sejauh mana data-data keluar (out) dari mean. Dalam hal ini standar deviasi berfungsi sebagai “pagar pembatas” pergerakan harga saham. Harga saham perusahaan tidak boleh turun atau naik sebesar 1tandar deviasi. Untuk perusahaan ini standar deviasi sebesar 59.681 terbukti dari pergerakan harga saham dari ke hari naik atau turun tidak melampaui angka tersebut. Ini juga merupakan suatu tindakan proteksi perusahaan dalam mempertahankan harga saham perusahaan.

Selasa, 29 September 2009

  1. Profil Perusahaan

PT. Ricky Putra Globalindo Tbk (Perseroan) didirikan pada tanggal 22 Desember 1987 di Jakarta dan bergerak di bidang industri pemintalan benang, perajutan, pakaian dalam pria, pakaian luar, unit usaha jasa, perdagangan umum dan distributor terpadu dari hulu hingga hilir. Perusahaan ini berawal dari ide Ricky Gunawan yang kini menjabat President Director untuk berwiraswasta sepulang dari menyelesaikan study di Jepang pada tahun 1970. Kemudian pada tahun 1972 hingga tahun1983 memulai karirnya sebagai wiraswasta. Pada tahun 1984 hingga sekarang mengembangkan industri pakaian dalam pria.

Sejauh ini perusahaan telah memiliki 5 anak perusahaan distribusi beserta kantor penjualan di berbagai daerah yakni Medan, Surabaya, Palembang, Bandung, dan Semarang. Kemudian pada tahun 2006 mendirikan divisi perdagangan di Pontianak yang bertujuan memperluas perdagangan di wilayah timur Indonesia dan pada tahun 2007 resmi membuka kantor cabang di Pontianak. Jadi, total keseluruhan ada 6 anak perusahaan.

Perusahaan ini membagi dua segmen pasar yakni konsemen menengah dan segmen bawah. Hal ini dimaksudkan untuk merek (brand) dagang nasional Ricky. Merek pakaian dalam GTMan diposisikan untuk segmen menengah sedangkan Ricsony diposisikan pada segmen bawah. Pembagian segmen ini tentu memiliki tujuan yakni memberikan pilihan kepada konsumen dalam memberi produk sesuai kemampuan masing-masing. Disamping itu, perusahaan juga telah meluncurkan produknya bagi anak-anak dengan merek GTkid dan pada tahun 2005 meluncurkan produk baru lagi yaitu GTsport.

Kekuatan perusahaan ini memang terletak pada merek dagang GTMan yang sudah diterima khalayak ramai baik di dalam negeri maupun diluar negeri seperti Amerika Serikat, Australia,Singapore,bahkan sampai ke Afrika. Perseroan ini memang memiliki system manajemen yang bagus karena semua ditangani oleh orang-orang yang profesional dan berpengalaman pada bidangnya contohnya Untuk menunjang pertumbuhan lebih lanjut Perseroan ini melakukan akuisisi pabrik pemintalan hal ini dilakukan untuk meningkatkan kekuatan tawar-menawar agar kualitas produk dapat lebih baik dan mengurangi ketergantungan kepada supplier dan ternyata cara ini cukup berhasil dalam pelaksanaannya menghemat biaya produksi dan juga dapat menekan harga produk dipasar. Kebijakan dan strategi inovatif seperti inilah yang mengantarkan PT. Ricky Putra Globalindo menjadi perusahaan nomor 1 di Indonesia.

  1. Analisis Kondisi Perusahaan

B.1. Aspek Likuiditas

Likuiditas perusahaan bisa diartikan bagaimana aktiva perusahaan dapat dengan mudah dicairkan atau diubah dalam bentuk kas, piutang perusahaan, maupun persediaan serta kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar hutang.

Untuk mengukur aspek likuiditas ada 2 pendekatan yakni pendekatan pertama membandingkan aktiva-aktiva tersebut dengan sejumlah kewajiban jatuh tempo. Kedua yakni melihat seberapa aktiva perusahaan itu likuid untuk diubah menjadi kas,piutang usaha, maupun persediaan.

Pendekatan pertama ukuran yang dipakai yakni rasio lancar dan rasio cepat (rasio acid test). Rasio lancar menyatakan likuiditas perusahaan yang diukur dengan dengan membandingkan aktiva lancar terhadap hutang lancar. Rasio lancar berturut-turut yaitu 3,0767, 2,7054 , 2,6018 , 1,9424 , 1,6306 sedangkan rasio cepat mengukur likuiditas perusahaan seperti yang diukur dengan membandingkan aktiva lancar dikurangi persediaan dan dibandingkan terhadap hutang lancar masing-masing 1,6948, 1,11925, 0,8146, 0,8588, 0,7970. Rasio lancar dan rasio cepat pada perseroan ini cenderung menurun dari tahun ke tahun, ini memberitahukan bahwa aktiva lancar dari tahun ke tahun semakin menurun/ sedikit dibandingkan hutang lancar. Hal ini tentunya tidak baik bagi perusahaan sejenis karena pada akhirnya akan terjadi defisit ( rugi) namun aktiva lancar yang dimiliki perusahaan masih bersifat likuid.

Pendekatan kedua yakni dengan ukuran penagihan rata-rata,perputaran piutang usaha,perputaran persediaan. Pada penagihan rata-rata dan perputaran piutang usaha menunjukkan hasil yang sangat baik dari tahun ke tahun (lihat pada lampiran 1 )yang dihasilkan menunjukkan kestabilan yang berkisar antara 1,4 hingga 1,7 kali/ tahun. Untuk kesimpulannya, perusahaan mempunyai aspek likuiditas yang bagus dengan indikator rasio lancar dan rasio cepat walaupun terjadi penurunan tahun ke tahun, ini juga menunjukkan kemampuan peerusahaan untuk memenuhi kewajibannya pada 12 bulan berikutnya. Perusahaan mengambil waktu yang lebih panjang untuk menagih piutang perusahaannya 75 hari hingga 131 hari. Perputaran persediaan juga menjadi indikator likuiditas perusahaan yakni dengan stabilnya angka yang dihasilkan. Hal ini mengartikan bahwa perputaran persediaan dalam perusahaan tersebut 1 atau hampir 2 kali/ tahun.

B.2 Aspek Profitabilitas

Profitabilitas adalah pertanyaan bagaimana perusahaan menghasilkan laba (profit) sebanyak-banyaknya dengan modal yang dimilki perusahaan. Untuk menelaah aspek ini lebih lanjut dapat menggunakan tingkat pengembalian investasi dari pendapatan operasi yakni dengan membandingkan laba operasional dengan total asset, marjin laba operasi ditunjukkan dengan membandingkan laba operasi dengan penjualan, perputaran total aktiva yakni dengan membandingkan penjualan dengan total aktiva, perputaran piutang usaha, dan perputaran persediaan.

Pengembalian investasi dari tahun 2004 hingga tahun 2008 mengalami siklus naik turun dan puncak terjadi pada tahun 2008 tingkat pengembalian investasi turun pada titik 4,26% hal ini ditengarai karena perusahaan yang mengalami kerugian ditunjukkan pada laba bersihnya yang jauh lebih kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dibandingkan dengan tingkat pengembalian investasi, margin laba operasi cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun walaupun pada akhirnya jatuh pada tahun 2008 akibat rugi. Margin laba operasi memberi indikasi bahwa perbandingan laba operasi dengan penjualan berhasil dari tahun 2004 hingga tahun 2007. Perputaran piutang usaha juga mengalami siklus naik turun, angka yang paling tingi yang dapat dicapai perusahaan yakni pada tahun 2007 yaitu 5.0939 kemudian anjlok menjadi 2.76 pada tahun 2008. Berdasarkan perhitungan ini, perusahaan sangat ahli dalam mengambil strategi produksi yakni dengan ditunjukkan margin laba operasi yang jauh yang mengalami kenaikan pada 4 tahun pertama yakni dari tahun 2004 hingga tahun 2009. Perusahaan juga sangat ahli dalam keefektifan aktiva untuk penjualan hal ini ditunjukkan dengan kestabilan angka yang dihasilkan berkisar antara 0,7 hingga 1,29. Pada tahun 2006 menunjukkan 1.29 diatas rata-rata industri namun anjlok lagi pada tahun-tahun berikutnya seperti angka tahun mula-mula yakni 0,7.

B.3 Aspek Efisien

Masalah penting disini adalah penggunaan hutang dan ekuitas sebagai sumber dana perusahaan, manakah yang lebih banyak yang digunakan untuk pembiayaan operasional perusahaan. Ada 2 rasio yang dapat digunakan untuk mengukur hal ini yakni pertama rasio hutang menunjukkan berapa banyak hutang yang digunakan untuk membiayai asset-aset perusahaan dan yang kedua rasio laba terhadap beban bunga dimana perusahaan harus membayar bunga atas itu.

Rasio hutang pada perseroan ini menunjukkan siklus yang wajar artinya mengalami kenaikan dan penurunan yang tidak terlalu signifikan. Rasio hutang dari tahun 2004 hingga 2008 yakni 32,944%, 38,5 %, 42,88 %, 41,3%, 49,81% sedangkan rasio laba terhadap bunga masing-masing 9,6641 kali, 3,9339 kali , 2,9825 kali, 1,477 kali, 1,2376 kali. Kebalikan dari rasio hutang, rasio laba terhadap bunga mengalami penurunan yang sangat berarti dari tahun ke tahun. Jadi, perusahaan dari tahun ke tahun makin banyak menggunakan hutang dalam pendanaan dibuktikan dari total hutang lebih besar dibandingkan total aktiva . Pada rasio laba terhadap bunga pada tahun pertama (2004) perusahaan tidak mengalami kesulitan sama sekali karena perusahaan dengan mudah membayar beban bunga karena besarnya 3 kali lipat dari rata-rata usaha sejenis namun pada tahun berikutnya terjadi penurunan dan puncaknya terjadi pada tahun 2008 karena perusahaan mengalami rugi yang sangat besar.

B.4 Aspek Leverage

Aspek ini mencerminkan tingkat pengembalian ekuitas saham biasa yakni mengukur tingkat keberhasilan para investor dalam pengembalian ekuitas saham yang mereka investasikaan dalam suatu perusahaan. Untuk mengukur seberapa besar pengembalian ekuitas perusahaan adalah dengan membandingkan laba bersih dengan ekuitas pemegang saham biasa. Tingkat pengembalian ekuitas perusahaan dari 2004 hingga 2008 yaitu masing-masing 12,611% , 14,757% , 13,08% , 12,41% , 2,92 %. Pada tahun 2004 hingga 2007 tingkat pengembalian ekuitas tingkat pengembalian ekuitas sangat baik ritme yang dihasilkan sangat baik tidak terjadi perubahan yang terlalu signifikan namun pada tahun 2008 tingkat pengembalian ekuitas anjlok pada angka 2,92% dari 12,41% pada tahun 2007. Sungguh perubahan yang sangat berarti bagi perusahaan dampak kerugian pada perusahaan memang sangat besar terutama pengembalian ekuitas bagi investor.


B.5 Aspek Dupont

Analisis Dupont merupakan pendekatan untuk mengevaluasi profitabilitas dan tingkat pengembalian ekuitas. Dupont juga membantu pihak manajemen untuk melihat dengan lebih jelas apa yang mendorong tingkat pengembalian ekuitas dan apa hubungan antara marjin laba bersih, perputaran rasio aktiva dan rasio hutang serta membantu manajemen dalam pengembalian pendapatan atas investasi bagi pemilik. Pendekatan yang dapat di pakai untuk mengukur ini ialah rasio tingkat pengembalian tingkat ekuitas. Pada perusahaan ini profitabilitas sangat baik menunjukkan peningkatan yang baik dari tahun ke tahun, ada mengalami penurunan tapi tidak terlalu signifikan namun pada tahun 2008 perusahaan mengalami profit (laba) pada titik 2.92%. Hal ini dikarenakan beberapa hal :

1. Perusahaan lebih banyak menggunakan hutang dalam pembiayaan aktiva dapat dilihat dari rasio hutang semakin tahun semakin meningkat puncaknya pada tahun 2008 yakni 49,81 %. Hampir setengah aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang.

2. Penjualan ditingkatkan untuk menghasilkan laba yang banyak dan mengurangi biaya pengeluaran.

3. Waktu penagihan piutang usaha dipercepat akan menghambat

Kesimpulan :

Kondisi keuangan PT.Ricky Putra Globalindo pada 5 tahun terakhir baik namun pada tahun ke 5 terjadi penurunan dengan perusahaan mengalami defisit. Tahun pertama hingga tahun ke empat perusahaan cukup menjalankan kinerja dengan baik dengan laba yang kian terus meningkat dari tahun ke tahun hanya pada saja pada tahun ke lima perusahaan mengalami mengalami problematika cukup besar. Perusahaan lebih banyak menggunakan hutang dalam pembiayaan aktivanya yakni puncaknya mencapai titik 49.81%, kenaikan yang cukup drastis hampir separuh aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang. Kerugian perusahaan juga disebabkan besarnya hutang lancar dari aktiva lancar,tentunya hal ini akan mengurangi tingkat likuiditas perusahaan. Likuiditas ini juga berpengaruh dalam pembayaran hutang perusahaan. Penjualan yang kian menurun juga berpengaruh dalam hal ini ditunjukkan pada perputaran piutang usaha (lampiran 1) yang menurun dari tahun ke tahun. Penjualan ini juga berdampak pada profitibilitas perusahaan yaitu total aktiva. Periode penagihan rata-rata yang dilakukan perusahaan memerlukan waktu terlalu lama, ini dapat menghambat perputaran persediaan perusahaan.

Untuk mengevaluasi kinerja perusahaan agar lebih baik sebaiknya memperhatikan hahal yang serinci mungkin. Hal tersebut bisa dari persediaan ataupun piutang-piutang yang harus ditagih dengan cepat. Perusahaan juga mengurangi tingkat penggunaan hutang, hutang boleh di gunakan tetapi dengan melihat kondisi perusahaan yang mampu melunasi hutang pada jatuh tempo jika tidak mampu sebaiknya perusahaan mengambil jalan lain dalam keputusan pendanaan.


LAMPIRAN 1

Rasio Lancar

3.0676

2.7054

2.6018

1.9424

1.6306

Rasio Cepat

1.6948

1.11925

0.8146

0.8588

0.79

Periode Penagihan Rata-Rata

85.742

91.29

75.941

71.65

132.23

Perputaran Piutang Usaha

4.2569

3.998

4.8063

5.0939

2.7603

Perputaran Persediaan

1.5491

1.4335

1.5719

1.477

1.732

Profitabilitas Usaha

Tingkat Pengemballian Investasi dari usaha

11.58%

13.41%

19.64%

11.05%

4.26%

Margin Laba Usaha

11.47%

17.86%

15.18%

14.38%

5.56%

Perputaran Total Aktiva

0.7473

0.75095

1.2933

0.7405

0.76

Perputaran Piutang Usaha

4.2569

3.9981

4.863

5.0939

2.76033

Perputaran Persediaan

1.5941

1.4335

1.5719

1.477

1.732

Keputusan Usaha

Rasio Hutang

32.94%

38.50%

42.88%

41.30%

49.81%

Rasio laba terhadap beban bunga

9.6641

3.9339

2.98%

2.7904

1.2376

Tingkat Pengembalian atas ekuitas

Tingkat Pengembalian atas ekuitas

12.61%

15%

13.08%

12.41%

2.92%

LAMPIRAN 2

Perhitungan Analisis Keuangan Tahun 2004-2008

Tahun 2004

Aspek Likuiditas

Rasio lancar : 226.012.746.288 / 73.458.833.846 = 3,0767 kali

Rasio cepat : 226.012.746.288-101.511.573.362 / 73.458.833.846 = 1,6948 kali

Periode Penagihan Rata-Rata : 5,221068019 X1010 / (222.256.430.074/365) = 85,742 hari

Perputaran Piutang Usaha : 222.256.430.074 / 5,221068019 X 1010 = 4,2569 kali/ tahun

Perputaran Persediaan : 157.256.430.074 / 101.511.573.362 =1,5491 kali/tahun

Aspek Profitabilitas

Tingkat Pengembalian Investasi dari Operasi : 26.176.826.907 / 226.012.746.288= 0,1158 atau 11.58%

Margin Laba Operasi : 26.176.826.907 / 222.256.430.074=0,1177 atau 11,47%

Perputaran Total Aktiva : 222.256.430.074 / 297.376.681.891 = 0,7473 kali

Perputaran Piutang Usaha : 222.256.430.074 / 5,221068019 X 1010 = 4,2569 kali/ tahun

Perputaran aktiva Tetap : 222.256.430.074 /

Keputusan Pendanaan

Rasio Hutang : 74.458.833.846 / 226.012.746.288= 0,32944 atau 32,944%

Rasio Laba terhadap beban bunga : 26.176.826.907 / 2.708.653.236 = 9,6641 kali

Pengembalian atas ekuitas

Tingkat Pengembalian ekuitas : 27.309.604.658 / 216.548.699.122 = 0,12611 atau 12,611%

Tahun 2005

Aspek Likuiditas

Rasio Lancar : 262.176.605.429 / 95.320.171.599 = 2,7504 kali

Rasio Cepat : 262.176.605.429 – 148.502.034.619 / 95.320.171.599 =1,11925 kali

Periode Penagihan Rata-Rata : 7,83852397 X1010 /( 313.398.159.860 /365) =91,29 hari

Perputaran Piutang Usaha : 313.398.159.860 / 7,83852397 X 1010 =3,998 kali/tahun

Perputaran Persediaan : 212.880.740.344 / 148.502.034.619 =1,4335 kali/tahuun

Aspek Profitabilitas

Tingkat Pengembalian investasi perusahaan : 55.969.064.296 / 417.333.266.403 = 0,1341 atau 13,41%

Margin Laba Operasi : 55.969.064.296 / 313.398.159.860 = 0,17858 atau 17,858%

Perputaran Total Aktiva : 313.398.159.860 / 417.333.266.403 =0,75095 kali

Perputaran Piutang Usaha : 313.398.159.860 / 7,83852397 X1010 =3,9981 kali/tahun

Perputaran Persediaan : 212.880.740.344 /148.502.034.619=1,4335 kali/tahun

Keputusan Pendanaan

Rasio Hutang : 1,607088125 X 1011 / 417.333.266.403 =0,3850 atau 38,5 %

Rasio Laba terhadap Beban Bunga : 54999.084.809/ 14.227.126.34=3,8657

Pengembalian atas ekuitas

Tingkat Pengembalian ekuitas : 37.460.647.273 / 253.838.350.511 =0,14757 atau 14,757%

Tahun 2006

Aspek Likuiditas

Rasio Lancar : 323.054.720.383 / 156.682.379.483 = 2,0618 kali

Rasio Cepat : 323.054.720.383 – 195.418.897.042 / 156.682.379.483=0,8146 kali

Periode Penagihan Rata-Rata: 8,692879428 X 1010 / (417.809.599.048/365) =75,941 hari

Perputaran Piutang Usaha : 417.809.599.048 / 8,692879428 X 1010 = 4,8063 kali/tahun

Perputaran Persediaan : 307.194.193.398 / 195.418.897.042 =1,5719 kali/tahun

Aspek Profitabilitas

Tingkat Pengembalian Investasi dari Operasi: 63.452.526.534 / 323.054.720.383 =0,1964 atau 19,64%

Margin Laba Operasi : 63.452.526.534 / 417.809.599.048=0,1518 atau 15,18%

Perputaran Total Aktiva : 417.809.599.048 / 323.054.720.383 = 1,2933 kali/ tahun

Perputaran Piutang Usaha : 417.809.599.048 / 8,692879428 X 1010 = 4,8063 kali/tahun

Perputaran Persediaan : 307.194.193.398 / 195.418.897.042 = 1,5719 kali/tahun

Keputusan Pendanaan

Rasio Hutang : 2.214946347 X 1011 / 516.487.883.250= 0,4288 atau 42,88 %

Rasio Laba terhadap beban bunga : 63.452.526.534 / 21.274.346.474 =2,9825 kali

Pengembalian Ekuitas

Tingkat Pengembalian ekuitas : 38.225.888.121 / 292.064.238.632=0,1308 atau 13,08%

Tahun 2007

Aspek Likuiditas

Rasio Lancar : 376.806.122.517 / 193.982.501.112 = 1,9424 kali

Rasio Cepat : 376.806.122.517 – 210.208.900.804 / 193.982.501.112 = 0,8588 kali

Periode Penagihan Rata-Rata : 8,35462204 X 1010 / (425.583.534.669/365) =71,65 hari

Perputaran Piutang Usaha : 425.583.534.669 / 8,35462204 X 1010 =5,0939 kali/tahun

Perputaran Persediaan : 310.483.382.523 / 210.208.900.804 =1,4770 kali/tahun

Aspek Profitabilitas

Tingkat Pengembalian Investasi dari Operasi : 63.769.787.622 / 576.676.517.444 =0,1105 atau 11,05%

Margin Laba Operasi : 63.769.787.622 / 425.583.534.669= 0,1438 atau 14,38%

Perputaran Total Aktiva : 425.583.534.669 / 574.676.517.444 =0,7405 kali

Perputaran Piutang Usaha : 425.583.534.669 / 8,35462204 X 1010 =5,0939 kali/tahun

Perputaran Persediaan : 310.483.382.523 / 210.208.900.804=1,477 kali/tahun

Keputusan Pendanaan

Rasio Hutang : 2,381729759 X 1011 / 576.676.517.444= 0,413 atau 41,3%

Rasio Laba terhadap bunga : 63.769.787.622 / 22.853.040.736 =2,7904 kali

Pengembalian Atas Ekuitas

Tingkat Pengembalian ekuitas : 41.395.873.587 / 333.460.112.219 = 0,1241 atau 12,41%

Tahun 2008

Aspek Likuiditas

Rasio Lancar : 457.773.667.317 / 280.729.951.347 = 1.6306 kali

Rasio Cepat : 457.773.667.317 – 234.015.329.608 / 280.729.951.547 = 0,7970 kali

Periode Penagihan Rata-Rata : 1,77798242 X 1011 / (490.782.656.479/365) =132.23 hari

Perputaran Piutang usaha : 490.782.656.479 / 1,77798242 X 1011 =2,7603 kali/tahun

Aspek Profitabilitas

Tingkat Pengembalian Investasi dari Operasi: 27.544.092.522 / 645.756.810.073=0,0426 atau 4,26%

Margin Laba Operasi : 27.544.092.522 / 490.782.656.479 =0,0561 atau 5,561%

Perputaran Total Aktiva : 490.782.656.479 / 645.756.810.073 = 0,76 kali

Perputaran Piutang Usaha : 490.782.656.479 / 1,77798242 X 1011 = 2,76033 kali/tahun

Perputaran Persediaan : 405.399.770.642 / 234.015.329.608 =1,732 kali/tahun

Keputusan Pendanaan

Rasio Hutang : 3,216693759 X 1011 / 645.756.810.073 = 0,4981 atau 49,81%

Rasio Laba Terhadap Bunga : 27.544.092.522 / 22.255.735.715 = 1,2376 kali

Pengembalian atas Ekuitas

Tingkat Pengembalian Ekuitas : 9.374.805.387 / 320.876.719.282 = 0,0292 atau 2,92 %

DAFTAR PUSTAKA

Kweon, Arthur.2007.Manajemen Keuangan edisi kesepuluh. Jakarta. Salemba Empat.

Soft Copy Laporan Keuangan.2004.Annual Report, http//idx.co.id (diakses 20/09/2009)

Soft Copy Laporan Keuangan.2005.Annual Report, http//idx.co.id (diakses 20/09/2009)

Soft Copy Laporan Keuangan.2006.Annual Report, http//idx.co.id (diakses 20/09/2009)

Soft Copy Laporan Keuangan.2007.Annual Report, http//idx.co.id (diakses 20/09/2009)

Soft Copy Laporan Keuangan.2008.Annual Report, http//idx.co.id (diakses 20/09/2009)